Alicia Korelina. Aku adalah gadis cantik dengan mata hijau sebagai penyempurna kecantikanku. Aku dibesarkan ditengah-tengah keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Karena keluarga jualah aku menjadi seorang yang berprestasi dari bangku dasar. Singkatnya aku adalah gadis yang beruntung karna aku memiliki semua kesempurnaan itu.
Kehidupan itu tak berjalan selamanya. Kehancuran itu berawal dari pertengkaran hebat antara mama dan papa di suatu malam.
“Dasar. Istri tak tau diuntung. Aku seperti karna kau dan Alice. Dan sekarang kau tuduh aku berselingkuh? Dimana otakmu?”
“Lalu siapa perempuan itu? Apa itu yang tidak berselingkuh?”
PLAK.Papa melakukannya tepat di depan mata kepalaku. Tangan itu yang
biasanya melindungiku dan mama, kini malah menampar wajah mama. Aku
hanya menangis. Berusaha berteriak, namun suara ini tertahan untuk
keluar. Berbulan-bulan aku hidup berdampingan dengan kejadian gila ini.
Dan selama itu pula aku selalu berharap agar kejadian gila itu segera
berakhir.
Doaku terkabul.Kejadian itu berakhir dengan persidangan cerai di meja
hijau. Aku benci ini. Bahkan sangat membencinya. Hilang sudah keluarga
yang selalu aku banggakan selama ini.
Hari-hariku berjalan dengan kesunyian. Pagi yang biasanya hangat dengan
gurauan mama dan papa, kini terasa hambar ketika yang ku temui seorang
ibu yang sibuk dengan laptopnya tanpa mempedulikan kehadiran anaknya.
Setiap pagi selalu sarapan dan berangkat seorang diri. Terkadang ketika
aku berpapasan dengan mereka yang diantar oleh ayah ataupun ibunya, tak
tertahan rasanya membendung air mata ini. Sungguh aku sangat merindukan
kehidupan seperti mereka.
Tugas hari ini adalah mengarang.
“Ciptakan sebuah karangan yang menceritakan indahnya kehidupan keluarga
kalian!”itu kalimat terakhir yang ku tangkap dari Bu Reno.
Semua murid langsung hanyut dalam kegiatannya. Tapi tidak denganku.
Bagaimana mungkin aku akan menuliskan keluargaku yang telah hancur. Dan
kali ini aku harus benar-benar mengarang.Menuliskan bahwa aku hidup di
tengah keluarga yang harmonis dan saling menyayangi.
Nurani ku berontak membaca kata-kata yang penuh kebohongan itu. Ku buang
kertas itu dan kali ini aku tak ingin lagi mengarang. Dengan cepat ku
tulis ‘BERBULAN-BULAN AKU HIDUP DI TENGAH KELUARGA YANG PENUH
KEKACAUAN.DAN KINI AKU MERINDUKAN KELUARGAKU WALAU AKU MEMBENCINYA.’
“Belum saatnya aku menjadi seorang pengarang,”desisku pelan dan menyerahkan karangan singkat itu kepada Bu Reno.
Tanpa ku sadari, Lucas membaca tulisanku. Dengan nada prihatin, ia
menanyaiku dengan berbagai pertanyaan. Dengan rasa malu bercampur takut,
ku jawab pertanyaannya satu persatu.Tanpa ku sadari aku telah
menuturkan semua kisah pahitku kepada pemuda Kristen itu.
“Tenang Alice. Aku tak akan menceritakan kepada orang lain. Aku hanya
ingin membantumu. Pakailah ini untuk menenangkan dirimu!” tuturnya
sambil meletakan sebuah bungkusan berisi serbuk-serbuk putih ke dalam
genggamanku.
*****
Malamnya, ku pandangi bungkusan kecil itu.Dengan rasa penasaran, ku buka
bungkusan itu perlahan. Seketika muncul bau yang mencuat ke seluruh
penjuru kamar. Ku hirup bau itu dalam-dalam. Lagi dan lagi. Benar yang
Lucas katakan.Aku merasakan ketenangan karenanya. Dan sejak saat itu,
narkotika menjadi bagian terpenting dalam hidupku.
Setiap malam aku dan Lucas tak pernah absen menghirup benda haram
itu.Dari sanalah kedekatanku dengan Lucas berawal.Dan dari kedekatan itu
timbul sebuah perasaan untuknya.
Sore itu Lucas mengajakku ke sebuah gereja. Gereja yang cukup besar dan
mewah menurutku. Tepat di depan sebuah patung besar, Lucas menyatakan
perasaan yang sama kepadaku. Sungguh, ini kali pertamanya aku mendengar
kalimat itu setelah kehancuran keluargaku. Namun kalimatnya yang
terakhir membuat darah ini berhenti mengalir.Aku tau maksud
pembicaraannya.Tapi,mungkinkah aku melakukannya?
“Kita memang memiliki rasa yang sama.Tapi kita tak mungkin memiliki
hubungan layaknya remaja lain. Aku yakin kau mengerti. Kita tidak dalam
satu keyakinan.Kecuali kalau kau….”Lucas tak melanjutkan kalimatnya dan
membiarkanku berpikir.
Ah. Ini benar-benar gila. Tapi tak ada salahnya aku terima. Toh selama
ini aku tak lagi diperhatikan kedua orangtuaku. Jadi tak salah kalau aku
memulai kebahagiaanku yang baru dengan Lucas.
“Kalau itu yang kau inginkan, kenapa tidak.Tak masalah bagiku menukar agama seperti yang kau inginkan,”jawabku mantap.
“Dan mulai saat ini, kau buka lagi Alicia Korelina. Tapi kau adalah
Alicia Kristiani yang jauh kebih kuat dari Alicia Korelina,”jawabnya
sambil tersenyum licik.
Malam itu Lucas tak datang ke rumahku. Aku tau dia pasti sangat sibuk
dengan bandnya. Sadar Lucas tak akan datang, segera ku cari sabu-sabu
yang kusimpan minggu lalu. Sial. Aku lupa barang dibawa Lucas bersama
rekannya. Ku alihkan pandangan ke meja biru yang dulu selalu membantuku
mengerjakan berbagai tugas. Aku menangkap sesuatu disana. Sebotol lem.
Tanpa buang waktu, ku buka tutupnya dan kuhirup dalam-dalam.
Selang beberapa waktu zat itu sudah raib dari tempatnya. Sayangnya, aku
masih ingin menghirupnya. Dengan gerakan lambat, ku ambil cutter di tas
sekolahku. Ku toreskan cutter berkarat itu ke pergelangan kiriku. Darah
merah dan segar mengalir sambil menebarkan aroma lem yang ku hirup tadi.
Ku hirup kembali aroma yang ada di darahku. Berkali-kali aku melakukan
hal yang sama. Dan pada toresan yang ke delapan belas, sesuatu di luar
kendaliku terjadi. Cutter itu memutuskan nadi pergelangan kiriku. Darah
bersih dan segar mengalir dengan sangat deras tanpa bisa ku hentikan.
Bayangan hitam berkelebat di kepalaku. Akankan ajal itu kan datang
padaku malam ini? Tidak.Tidak boleh sekarang. Aku masih ingin bertemu
dengan mama dan papa walau aku membenci mereka.
Bayangan papa berkelebat di benakku. Orang yang selalu mengajarkan aku
dan mama untuk shalat tepat waktu. Bahkan ia tak segan-segan mencubit
pipiku kalau aku melanggar perintahnya. Dan kini aku tak lagi
menjalankan aturannya. Apa yang akan ia lakukan jika tau anaknya tak
lagi seorang muslimah?
Tak ada lagi tenaga yang tersissa. Namun aku masih sempat memikirkan
seorang mama dalam benakku. Dia sangat berharap agar kelak aku menjadi
seorang dokter sepertinya. Tapi bagaimana kalau dia tau aku seorang
pecandu narkoba? Dan mengorbankan waktu belajarku untuk bermain-main
dengan benda haram itu? Cacian macam apa yang akan keluar dari mulutnya
jika ia tau aku seperti ini?
Mataku mulai berkunang. Darah segar dari pergelanganku terus mengalir
dengan deras. Kali ini aku ingin mengirim sebuah permohonan kecil kepada
tuhan sebelum mulutku benar-benar terkunci untuk menuturkan permohonan
ini. Dengan napas yang tak lagi teratur ku lepaskan permohonan kecil
yang sangat menyesakkan itu.
“Tuhan, bolehkah aku dilahirkan kembali?”
Nama : HaniswitaEmail : haniswita@yahoo.co.idFB : Haniswita d'wieloucaverSekolah : MAN 2 Payakumbuh
0 komentar:
Posting Komentar